Februari 11, 2009

TERORISME DAN INDUSTRI PARIWISATA

Latar Belakang Masalah
Terorisme, sebuah istilah yang membuat ngeri bagi sebagian besar orang yang mendengarkan, menjadi mimpi buruk bagi para pemimpin negeri, dan kadang menjadi alasan untuk menghalalkan negara-negara tertentu untuk ’menguasai’ negara lain. Lihatlah kasus negara adikuasa Amerika Serikat yang ‘menginvasi’ Negara-negara di timur tengah, kebanyakan isue terorisme menjadi pilihan alasannya.
Peristiwa 11 september yang menghancurkan pusat perekonomian dunia (WTC), peristiwa penyanderaan di hotel Bombay India, dan sabotase kereta api bawah tanah di inggris merupakan contoh konkrit yang menjadikan terorisme sebagai ancaman bagi negara manapun. Tidak memandang Negara besar atau kecil, terorisme sudah menjadi hantu yang menakutkan, bukan hanya bagi kalangan pemerintahan, akan tetapi juga bagi masyarakat dunia.
Di Indonesia, terorisme sempat malang melintang dan sangat mengganggu persendian perekonomian di tanah air beberapa tahun yang lalu. Bom bali yang meluluh latakan roda perekonomian di Bali, dimana pulau dewata ini mengandalkan dunia pariwisata sebagai tulang punggung perekonomiannya.

Pembahasan
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi; jasa keramahan - tempat tinggal, makanan, minuman; dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Wisatawan memiliki beberapa motivasi dalam melakukan aktivitas wisatanya. Beberapa diantaranya: kebutuhan fisik (mengembalikan keugaran fisik dan psikis setelah bekerja selama 70 jam seminggu atau 50 minngu dalam setahun, mereka menyisakan sedikit waktu untuk istirahat), safety (kebutuhan untuk beristirahat ditempat yang nyaman dan aman tanpa gangguan pekerjaan dan berbagai urusan lain), belonging (kebutuhan untuk berkunjung ke tempat-tempat yang mempunyai kenangan), esteem (menghargai hasil karya atau keindahan alam di luar lingkungannya), dan untuk tahu dan mengerti (to know and uderstand) orang perlu untuk mengetahui dan mengerti tentang dunia luar secara lebih dekat.
Melihat beberapa motivasi tersebut, terorisme merupakan isu yang kontraproduktif bagi industri pariwisata. Kita lihat kasus seperti bom bali yang menimpa legian dan kuta, dua pusat keramaian di pulau ini. Setelah terjadinya pengebomban wisatawan yang berkunjung ke pulau dewata ini menurun dengan drastis. Hal ini mengingat terancamnya pemenuhan layanan kebutuhan wisatwan, yakni safety atau rasa nyaman dan keselamatan.
Wisatawan akan menunda kedatanggannya ke negara dengan ancaman terorisme yang tinggi, atau mereka akan berwisata ke tempat wisata alternatif yang lebih menjanjikan keselematan bagi mereka. Hal ini merupakan sebuah peluang bagi negara-negara yang mampu menjaga ’stabilitas’ negaranya yang mampu memberikan rasa nyaman dan aman, disamping terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lain sebagaimana tersebut di atas.
Kejadian sabotase oleh terorisme di sebuah negara merupakan berkah bagi negara lain yang memiliki karakter tempat wisata yang mirip atau hampir sama dengan karakter tempat wisata di negara tersebut. Sebagai contoh, pada umumnya motivasi wisatwan yang berkunjung ke India, mereka cenderung termotivasi untuk lebih tahu dan mengenal budaya india yang sangat kental dengan nuansa keagamaan dan budaya asia selatan, disamping motivasi safety atau kenyamanan dan keselamatan. Wisatawan pada umumnya akan memilih negara dengan potensi wisata budaya yang tinggi sebagaimana ditawarkan oleh India. Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman budaya tentunya menjadi salah satu alternatif tersebut.
Melihat contoh kasus tersebut, wisatawan tidak akan serta merta memilih Indonesia sebagai negara tujuan wisatanya. Wisatawan perlu mengetahui terlebih dahulu tentang jaminan keselamatan dirinya, apa yang ditawarkan dan apa pula pelayanan yang disediakan oleh Indonesia. Sehingga promosi dan kampanye tentang potensi wisata di Indonesia juga perlu disampaikan kepada konsumen pariwisata.

Kesimpulan
Terorisme merupakan mimpi buruk bagi industri pariwisata di sebuah negara. Akan tetapi terorisme tersebut juga merupakan isu yang positif bagi negara lain yang memiliki potensi pariwisata. Bagi negara dengan isue terorisme yang tinggi, wisatawan tentunya enggan untuk berkunjung. Ditambah lagi bagi wisatawan dari negara yang pemerintahnya mengeluarkan kebijakan ’travel warning’ untuk melindungi warga negaranya. Hal ini juga mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan dari negara tersebut untuk mengunjungi sebuah negara yang di keai ’travel warning’ tersebut.
Jaminan keselamatan, penyediaan jasa pelayanan di barengi dengan tersediannya obyek wisata dan kenyamanan wisatawan senantiasa menjadi tuntutan wisatawan yang harus dipenuhi oleh sebuah negara yang mengandalkan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatannya. Hal ini harus dilakukan secara sinergis oleh pemerintah bersama dengan stake holder pariwisata.
Promosi dan langkah-langkan strategis yang ditempuh sebuah negara dalam menangkal terorisme perlu untuk disampaikan kepada konsumen industri pariwisata. Hal ini untuk menyampaikan pesan bahwa negara tersebut telah mengani terorisme dengan sungguh-sungguh, sehingga menawarkan situasi yang aman dan nyaman.


DAFTAR PUSTAKA
David, Fred R, Manajemen Strategis: Konsep, edisi ketujuh, edisi indonesia, PT Prenhalindo, jakarta 2002

Hunger, David J dan Wheelen, Thomas E.: Manajemen Strategis, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2001

Mill, Robert Christine: Tourism: The Interational Business, Prentice-Hall, Inc. 1990

Nawawi, Hadari: Manajemen Stratejik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003.

Thomas, Howard, Pollock, Timothy and Gorman, Philip: Global Strategic Analysis: Framework and Approaches. Academy of management executive, vol. 13, No 1, Tahun 1999.